Cerita Ku Menjadi Budak Hasrat Cinta Pria Lain - Fatima Coeg

histat

Cerita Ku Menjadi Budak Hasrat Cinta Pria Lain

  POV ANDIN :

"Mbak Minten, tolong antar Andin dan anak-anaknya ke kamar belakang ya. Mulai hari ini Andin akan bekerja di sini merawat ibu. Jadi, Mbak nggak perlu repot lagi ngerjain rumah sekaligus merawat ibu sendirian karena sudah ada Andin yang khusus ngurus keperluan ibu ya," ujar lelaki berwajah teduh di depanku pada sosok wanita cukup berumur yang dipanggil Minten itu.

"Baik, Pak," ujar perempuan yang dipanggil Minten sambil mengangguk hormat lalu menoleh padaku. "Mari, Mbak Andin saya antar mbak sama anak-anak ke kamar, biar bisa istirahat dulu. Nanti habis ini baru kalau mau ngurus ibu, saya biar ke dapur," ujarnya ramah.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Kubimbing lengan Sekar dan Seruni yang mengapitku kanan dan kiri lalu membuntuti langkah Mbak Minten setelah sebelumnya minta diri lebih dulu dari Pak Arga.

Mbak Minten membawaku menuju kamar yang cukup luas di bagian belakang rumah. Ada air conditioner yang langsung dihidupkan Mbak Minten saat kami masuk kamar, karpet tebal yang menutupi lantai, televisi LCD berukuran sedang, dan spring bed empuk berukuran lumayan yang sepertinya cukup untuk tempat tidur kami bertiga.

Ah, syukurlah. Allah memang maha baik. Walaupun harus diusir pergi dari rumah Mas Heru dan meninggalkan semua fasilitas yang selama ini bisa kunikmati bersama anak-anak, tapi akhirnya sekarang kami mendapat ganti yang juga sama baiknya, bahkan mungkin jauh lebih baik karena di rumah ini aku akan bekerja dan digaji dengan mahal untuk mengurusi Ibu Sovia, ibunya Pak Arga, sementara di rumah, aku harus mengurusi ibu Mas Heru sendirian tanpa sedikitpun dibayar.

Aku hanya mendapat makan sehari-hari sementara kebutuhan lain tak pernah bisa kudapatkan dari Mas Heru.

Usai memandikan Sekar dan Seruni serta meminta mereka diam di kamar saja supaya tak mengganggu aktivitas pemilik rumah ini, aku pun bergegas ke luar kamar dan menemui wanita paruh baya yang sedang tenggelam dalam bacaan Al-Qur'an-nya itu.

Setelah menunggu sejenak hingga beliau jeda dari bacaannya, aku pun menyapa sembari tersenyum ringan.

"Bu, saya Andin. Saya yang akan bertugas mengurus dan menyiapkan keperluan ibu mulai dari sekarang. Ada yang bisa saya bantu?" ujarku pada wanita berwajah keibuan itu.

Bu Sovia tersenyum meski dengan ekspresi kesulitan lalu mengangguk dengan gerakan kaku.

"I-iya. To-tolong sim-pan ini ya dan ban-tu sa-ya wudhu, sa-ya ma-u sho-lat du-lu," sahut Bu Sovia terbata-bata.

Penyakit stroke ringan memang mau tak mau membuat beliau sedikit kesulitan bicara dan otot tubuhnya pun kaku.

Aku mengangguk lalu mendorong kursi roda yang beliau duduki ke kamar beliau. Membantu turun dari kursi roda dan mengambil air wudhu serta memasangkan mukena. 

Semua kulakukan dengan rasa nyaman melihat wanita tua itu taat menjalankan ibadah walaupun tengah didera penyakit seperti ini.

"Bu, nanti kita salat berjamaah ya, kalau saya sudah selesai berhalangan. Tapi sekarang ibu salat sendirian dulu, biar saya tungguin di sini. Ya?" ujarku lembut sambil merapikan mukena yang membalut kepala beliau.

Beliau menatapku beberapa saat, lalu menganggukkan kepalanya dan memulai gerakan salat di atas kursi rodanya.

Usai salat, Bu Sovia terdengar berzikir dan minta diambilkan Al-Qur'an lalu membacanya dengan suara pelan hingga akhirnya beliau merasa lelah dan minta bantu dibaringkan ke tempat tidur.

Aku pun membantu beliau merebahkan diri di pembaringan dan memijiti pundak serta kaki beliau dengan gerakan pelan hingga tak lama setelah itu, beliau pun tertidur.

Rasanya nyaman mengurusi wanita sakit tetapi taat beribadah dan sabar dengan ujian hidupnya seperti Bu Sovia. Aku pun tersenyum lega sesudah wanita itu tidur dengan wajah damai.

"Andin? Ibu tidur?" Sebuah suara menyapa saat aku baru saja mengatur suhu air conditioner lalu menyelimuti tubuh Bu Sovia yang terlihat lelap sambil bibir beliau terus menyunggingkan senyum. Senyum sabar dan ikhlas meski diuji dengan penyakit yang beliau derita saat ini.

"Ya, Pak. Baru saja tidur," sahutku sambil menganggukkan kepala pada Pak Arga yang berdiri di pintu kamar ibunya.

"Kamu sudah lama kenal Maruto? Sepertinya dia kenal baik denganmu?" tanya Pak Arga sambil melangkah mendekati ibunya dan membetulkan letak tangan yang tak nyaman.

"Iya, saya dulu pernah bekerja di perusahaan beliau sebelum menikah dan memutuskan berhenti dari pekerjaan karena harus mengurusi ibu mertua saya yang juga mengalami stroke. Hanya saja beliau lebih parah kondisi sakitnya dari ibu Bapak," sahutku lagi.

"Oh ya? Lalu beliau di mana sekarang? Dan kalau boleh tahu sebelum ini kamu tinggal di mana? Ayah anak-anakmu di mana? Apa masih hidup atau sudah tiada? Maaf, bukan saya lancang ingin ikut campur urusan pribadi kamu, tapi sebagai majikan, saya harus tahu dengan jelas identitas orang yang bekerja di rumah saya supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Saya juga tidak mau dituduh menyembunyikan istri orang misalnya kalau ternyata kamu masih terikat status pernikahan dan lari dari rumah karena masalah keluarga dengan suami kamu?" tanya Pak Arga sambil menatapku dalam.

Mendengar pertanyaan lelaki itu aku menundukkan kepala.

"Sa-saya memang masih terikat perkawinan dengan suami saya Pak, tapi dia sudah menikah lagi dan membiarkan saya pergi dari rumah bersama anak-anak. Dia bahkan mengusir saya karena saya tidak bersedia menerima kehadiran istri mudanya. Saat ini saya sedang mengurus perceraian tetapi dengan kondisi saya saat ini tidak memungkinkan rasanya bagi saya untuk melanjutkan pengurusan itu. Hanya saja saya yakin tak lama lagi, suami saya pasti akan mengurus perceraian kami di pengadilan karena desakan perempuan itu. Jadi kemungkinan besar tak akan ada masalah lagi antara saya dan suami, dan tak masalah saya akan bekerja dengan siapa," sahutku dengan posisi kepala masih menunduk.

"Oh ya? Siapa suami kamu? Apa saya mengenalnya? Dia bekerja di mana?" Pak Arga menatapku dalam.

"Suami saya, Heru Suseno, pemilik PT. Abadi Jaya, bergerak di bidang konstruksi, Pak. Kalau pun bapak mengenal beliau, saya mohon izinkan saya tetap bekerja di sini karena saya dan suami saya tak ada hubungan apa-apa lagi. Biarkan saya bekerja supaya bisa menghidupi Sekar dan Seruni, putri-putri saya, Pak. Saya mohon," ucapku lagi.

Mendengar perkataanku, Pak Arga tampak terkejut.

"Heru Suseno? Jadi beliau ayah dari anak-anak kamu? Ya, saya mengenalnya. Bahkan siang nanti hendak bertemu untuk membahas kontrak pekerjaan. Saya turut prihatin, tapi tak mungkin saya membatalkan rencana karena perusahaan juga menginginkan Pak Heru yang melaksanakan proyek kami ini. Saya minta maaf ya," ujar Pak Arga dengan wajah simpati.

Aku hanya tersenyum.

"Tidak apa-apa, Pak. Ini kan masalah saya pribadi. Bapak tidak perlu sungkan," sahutku lagi.

Pak Arga balas tersenyum lalu menoleh saat di depan pintu tampak sosok Sekar dan Seruni mengintip dengan nada takut-takut.

Mungkin aku sudah terlalu lama meninggalkan mereka di kamar sendirian sehingga akhirnya mereka mencariku hingga ke sini.

Melihat dua putri kecilku itu, Pak Arga tersenyum lalu melambaikan tangannya.

"Anak-anak manis, ayo ke sini. Siapa namanya?" tanya Pak Arga sambil memanggil Sekar dan Seruni.

"Sekar, Om!"

"Seruni, Om!" sahut keduanya bersamaan.

"Hmm, nama yang cantik secantik kalian berdua. Kenapa? Kalian bosan ya di kamar saja karena mama harus rawat Oma Sovi? Hmm, kalau gitu nanti siang kalau Om keluar, ikut ya. Nanti kita jalan-jalan beli apa aja yang kalian suka. Mau?"

Mendengar tawaran itu sontak keduanya kegirangan.

"Hore, makasih Om..Om baik deh."

Aku tersenyum lega melihat anak-anak begitu riang bersama Pak Arga. Duda tanpa anak yang telah kehilangan istri dan anak semata wayangnya karena kecelakaan mobil setahun yang lalu.

💌💌💌💌💌

POV HERU :

"Mas, aku tidur cepat ya, capek seharian tadi ke salon," ujar Mila sambil memijit-mijit tengkuknya dan menguap.

Aku yang mendengar, langsung merasa kecewa.

Ya, tadinya aku berharap bisa mendapatkan pelayanan memuaskan dari Mila setelah siang tadi habis mentransfer uang sebesar lima puluh juta rupiah.

Namun, apa daya istriku itu kelihatannya sedang tak bersemangat melayaniku sehingga aku terpaksa gigit jari.

"Kamu bener-bener kecapekan? Padahal Mas lagi pengen banget nih, Sayang," kataku masih mencoba untuk merayunya. Namun, Mila menggelengkan kepalanya.

"Besok lagi lah, Sayang. Aku capek banget soalnya. Apalagi aku kan sedang hamil muda, apa Mas nggak takut aku keguguran kalau sering diajak berhubungan?" sahut Mila balik menatapku.

Meski kecewa akhirnya aku hanya menganggukkan kepala saja.

"Hmm, ya sudahlah kalau begitu. Tidurlah, kalau memang kamu capek. Mas juga mau tidur cepat kalau begitu."

Aku pun lalu membaringkan tubuh di sisinya dan tak lama terbuai mimpi indah bersamanya. 

_

Entah pukul berapa saat akhirnya aku terbangun dari tidur karena merasakan hasrat ingin buang air kecil yang tak bisa ditunda lagi.

Bergegas aku bangkit menuju kamar mandi dan kembali setelah selesai BAK lalu hendak naik lagi ke tempat tidur.

Namun, alangkah terkejutnya saat aku melihat ke sebelah tempat tidur, sosok Mila tak terlihat ada di sana.

Ah, kemana istriku itu ya? Ke dapur mengambil minuman karena haus kah atau bagaimana?

Penasaran, aku pun bergegas keluar kamar dan mencari sosok istriku itu.

Tetapi meski sudah dicari ke segala penjuru rumah, sosok Mila tak juga ditemukan.

Aku pun menuju kamar Siti yang posisinya tak jauh dari dapur, hendak menanyakan kalau-kalau Mila ada di kamar ART itu meski rasanya janggal sebab setahuku suami perempuan itu malam ini menginap di sana.

Namun, sebelum kakiku melangkah, lamat-lamat aku mendengar suara-suara aneh seperti suara lelaki dan perempuan yang saling mendes*h dan merintih terdengar dari arah depan.

Semakin penasaran, aku pun mendekat, berusaha mencari dari mana suara-suara aneh itu berasal. 

Dan aku harus menelan rasa terkejut yang sangat saat menyadari suara itu ternyata berasal dari dalam kamar tamu yang lampunya terlihat menyala dan terang itu saat ini.

0 Response to "Cerita Ku Menjadi Budak Hasrat Cinta Pria Lain"

Post a Comment

Saya akan berusaha mengunjungi kembali blog kamu.
Komentar berisi link aktif dan SPAM tidak akan muncul

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close